Cerpen
Selamat membaca, setelah membaca dimohon untuk berkomentar :) Waiting on You ( come late) Suatu penantian panjang, tetapi ...
Selamat membaca, setelah membaca dimohon untuk berkomentar :)
Waiting on You
( come late)
Suatu penantian panjang, tetapi datang di saat yang tidak tepat.
Musim panas pertama berhasil membuat semua
orang merasakan kebahagiaan. Matahari bersinar dengan cerah di kota London pagi
ini. Jessica Huterson yang sedang berdiri di bawah pohon Oak terlihat
sedang melamun. Matanya tertuju pada sepasang anak berusia sekitar enam tahunan
yang berjalan cepat sambil bergandengan tangan. Dia tersenyum melihat si anak
perempuan yang terlihat sangat ngotot mengajak temannya bermain. Sedangan si
anak laki-laki menunjukkan mimik malas. Melihat itu, Jessica teringat akan masa
kecilnya.
Sementara itu, Matt Carter sedang memperhatikan Jessica yang tersenyum-senyum
melihat sepasang anak itu. “Jessica Huterson, sungguh aku sangat
merindukannya,” ucapnya lirih. Matt terlihat sangat ingin menghampiri Jessi,
akan tetapi kakinya terasa sangat kaku dan jantungnya mulai berdegup dengan
kencang. Ragu-ragu dia menghampiri Jessica yang jaraknya empat meter dari
tempatnya berdiri.
“Jessi, Jessica Huterson,” sapa Matt kaku. Jessi tak
merespons panggilan Matt.
“Jessica Huterson” sapa Matt lebih keras.
Jessica terkejut dengan suara orang yang menyapanya itu. Dia menoleh ke sumber
suara dan disanalah berdiri Matt Carter. Mata biru Matt yang menenangkan malah
membuat perasaannya tak karuan, jantungnya berdegup dengan kencang
melihat Matt, sahabat masa kecilnya yang lama tak terlihat
tiba-tiba muncul dihadapannya.
“Emmm, hai Matt” sapa Jessi kikuk “Bagaimana kabarmu?”
“Aku, baik” jawab Matt canggung “bagaimana denganmu?”
“Ya, seperti yang kau lihat” jawab Jessi “apa yang kau
lakukan disini Matt?”
“Aku? Emm aku hanya memperhatikanmu,” kata-kata itu
meluncur begitu saja dari mulut Matt tanpa ia sadari. Mendengar itu Jessi
terkejut. “Eh maksutku aku sedang menikmati musim panas pertama, lalu aku
melihatmu dan aku memperhatikanmu apakah kau sedang sibuk atau tidak, Kau?”
kata Matt meralat.
“Aku juga sedang menikmati musim panas pertama tahun
ini, ” jawab Jessi tersenyum manis “Emm, ngomong-ngomong kenapa lama sekali aku
tak melihatmu?”
Mendengar pertanyaan Jessi, Matt terdiam memikirkan
jawaban apa yang akan ia katakan, “Uhh, aku pergi ke luar kota dan kemarin aku
baru sampai di London,” jawab Matt akhirnya.
“Oh, ngomong-ngomong Matt aku minta maaf soal danau
itu” kata Jessi sungguh-sungguh “Aku tak bermaksut untuk membuatmu celaka aku
hanya...”
“Ssssst, sudahlah Jess” kata Matt menenangkan “Kau
lucu sekali, itu kejadian lima tahun yang lalu.”
“Aku serius Matt, maaf karena membuat nyawamu
terancam” kata Jessi membuang nafas yang tanpa sadar ditahannya.
“Sudahlah Jess,lagi pula aku masih hidup kan!
Tapi aku senang kau merasa bersalah,” kata Matt dengan nada bercanda “kalau
dipikir-pikir kajadian itu lucu juga, aku akui ketika kecil kau lebih kuat
dariku.”
“Dan sekarang?” kata Jessi geli
“Emm entahlah, kukira kau masih lebih kuat dariku,”
kata Matt dengan muka serius.
Melihat raut wajah Matt yang serius, Jessi tertawa lepas.
Memandangi gadis itu tertawa membuat hati Matt tenang, dia pun tersenyum senang
karena lama sekali tak melihat tawa gadis itu. Suasana yang tadinya canggung
berubah menjadi lebih akrab.
“Oh Matt, aku sangat puas mendengar pengakuan darimu” Jessi
masih tertawa.
“Kau tahu, aku masih mengingat dengan jelas moment
danau itu. Kau memaksaku berendam di danau yang dingginnya sangat menusuk
meskipun di musim panas selama sepuluh menit,” jelas Matt kepada Jessi “dan
ketika aku sudah tidak kuat lagi kau tak mau menolongku naik ke daratan padahal
aku sudah memintamu. Kau berkata dengan suara cemprengmu Matt ini sudah
kesepakatan kita Se-pu-luh me-nit. Dan hasilnya, aku tak bisa bernafas karena
kedinginan, lalu aku pingsan. Aku tak akan melupakan kejadian menakjubkan itu Jessi.”
“Maaf Matt, aku tahu aku bodoh saat itu” kata Jessi
merasa bersalah. Mendengar itu Matt tertawa.
“Matt, kenapa kau menertawakan aku?” kata Jessi kesal.
“Aku sedang membayangkan bagaimana wajah bingungmu
ketika melihatku pingsan di danau lalu berusaha meminta pertolongan” canda
Matt.
“Matt, aku mulai kesal padamu.” Kata Jessi berusaha
membuat raut muka kesal tapi tak berhasil.
Matt hanya diam dan memandangi wajah Jessi yang ia
rindukan selama ini. Mata coklat tua besar dan bersinar ketika sedang tertawa
itulah yang paling ia rindukan.
“Jessi, aku merindukanmu” kata Matt lirih tetapi
berhasil didengar oleh Jessi.
“Apa Matt?, bisa kau ulangi kata-katamu?” Jessi
memastikan.
“tidak, aku tak berkata apa-apa,” kata Matt dengan
pipi merah “Jess, kurasa aku harus pergi, mungkin kita bisa bertemu lagi besok
atau kau bisa menelfonku nanti. sampai jumpa lagi, Jessi”
“Oh oke, sampai jumpa lagi Matt,” kata Jessi
berusaha bersikap biasa saja, dalam hati dia berkata, “Aku juga merindukanmu
Matt”
***
“Aku tahu Jessi, kau
mendengarnya, dan sekarang aku berharap kau membalasnya dengan kata-kata yang sama walau aku tak mendengarnya. Maaf aku terlalu pengecut untuk mengakuinya. Jessica
Huterson, lagi-lagi kau mengacaukan pikiranku”, batin Matt Carter yang sedang berjalan menuju tempat mobilnya diparkir.
***
Jessica masih berdiri di bawah pohon Oak. Dilihatnya arloji hitam yang ada di
tangan kirinya, “Pukul sembilan tepat,” gumamnya. Jessica pun berjalan pulang
ke rumahnya yang berlawanan arah dengan Matt. “Matt, apakah kau benar-benar
merindukanku?” batin Jessi “ Oh Matt, lagi-lagi kau membuatku gila” sesimpul
senyuman terlihat di bibir Jessi.
***
Matt Carter berdiri di bawah pohon Oak tempatnya bertemu dengan Jessica kemarin. Pandangannya menyapu jalanan yang tengah ramai dan toko-toko yang
tengah sibuk melayani pembeli. Sudah dua jam dia berdiri disana, tetapi
seseorang yang dinantinya tak kunjung muncul juga. Matt melihat jam tangannya,
pukul 10 pagi. “Ya tuhan, bodoh sekali aku. Menunggu seseorang yang
datangnya tak pasti,” gumamnya menyerah "satu jam lagi aku harus ke bandara". Sedetik kemudian Matt meninggalkan
pohon Oak itu dan memutuskan untuk pergi ke danau yang hampir menghilangkan
nyawanya. Matt sering mengunjungi danau itu dengan atau tanpa alasan. Sudah
lama dia tak berkunjung ke sana, dia rindu danau itu dan kenangan-kanangan masa
kecilnya bersama Jessica dalu disana.
Dia memperhatikan detail-detail jalan yang menuntunnya ke arah danau.
Ditatapnya toko roti milik Mr Jenskins. Dulu dia dan Jessi sering membantu
Mr.Jenskins membuat roti. Tugas mereka adalah mencicipi resep baru yang dibuat
Mr Jenskins. Mengingat itu senyum Matt mengembang. Pandangannya beralih ke
rumah Mrs Ray pohon mangga yang selalu menjadi sasaran mereka bermain ketapel,
sekarang sudah ditebang oleh Mrs Ray. Ya, dia memperhatikan semua kenangan itu
bukan tanpa alasan. Dia ingin mengingat semua kenangannya bersama Jessi di
Kota London ini. Sebenarnya dia tak ingin jauh dari Jessi, tapi dia harus
melakukannya, demi ibunya yang sudah tak sehat lagi.
Ketika sampai, Matt melihat seseorang yang ditunggunya tadi sedang duduk di
pinggir danau. “Jessi,” sapa Matt dari kejauhan. “Tuhan, terima kasih karena
telah mempertemukanku dengannya lagi. Aku tahu mungkin ini pertemuan yang
terakhir di London” kata Matt bersyukur dalam hati.
***
Jessica Huterson sedang asyik memainkan kedua kakinya di air danau yang sangat
dingin ketika seseorang yang diharapkannya memanggil namanya. “Jessi” sapa
seseorang itu.
“Hai Matt, kita bertemu lagi,” katanya dengan mata
berbinar-binar “Apa kau tidak trauma dengan danau ini?”
“Aku tak akan pernah trauma dengan danau yang
menakjubkan ini,” jawab Matt duduk di sampingnya.
Beberapa detik kemudian suasana hening, dan mereka
sibuk dengan pikiran masing-masing.
***
“Jessi, mungkin ini terdengar aneh” kata Matt membuka percakapan “Aku takut
persahabatan kita berakhir, tapi aku tak bisa mengelak perasaan ini. Ketika aku
berumur tiga belas tahun, entah kenapa ada hal lain pada persahabatan
kita. Mungkin karena kita terus dekat perasaan itu tiba-tiba muncul. Aku
mulai merasa- emm merasa tak bisa jauh darimu.”
Jessi tahu apa maksut dari perkataan Matt. Saat ini
perasaannya tak karuan dan dia tak bisa berkata apa-apa.
“Sebenarnya sudah tiga tahun aku tinggal di LA,
sekarang aku berkunjung kesini hanya untuk menemuimu Jess.” lanjut Matt.
“kaanapa kau pergi ke LA?” kata Jessi santai.
“Tiga tahun lalu, ayah dan ibuku kecelakaan. Aku
kehilangan ayahku, dan ibuku, dia sudah tak seperti dulu lagi, dia trauma dan
stres berat karena kehilangan ayahku jadi aku harus kembali ke LA. Disana aku
tidak sendiri, ada bibi dan pamanku yang membantu merawat ibu.”
Perasaan Jessi mulai tak enak, “Kenapa kau tak
mengatakan semuanya kepadaku?”
“Aku sudah mencoba menghubungimu” kata Matt
menerangkan “Jessi, aku tahu ini terlambat. Setengah jam lagi aku harus kembali
ke LA."
Suasana kembali hening. Raut wajah Matt terlihat bimbang, ingin mengutarakan perasaannya yang sedari dulu disimpannya. Pikiran dan hatinya sedang beradu. Dia tahu, jika dia mengatakannya sekarang, bukanlah saat yang tepat. Dia mungkin tidak bisa bertemu lagi dengan Jessi. Tapi hatinya mendesak agar Matt mengatakannya.
"jaga dirimu baik-baik Jess. Mungkin suatu hari kita
bisa bertemu lagi. Rasanya cepat sekali, kemarin aku dekat denganmu dan
keesokan harinya aku jauh lagi darimu.” kata Matt akhirnya.
“Ya, jaga dirimu juga Matt. Aku tahu ibumu sangat
membutuhkanmu” kata Jessi berusaha tersenyum “Jalan kita masih panjang Matt,
aku yakin kita bisa bertemu lagi nanti.”
"Ummm, aku... aku ummm aku harus pergi sekarang Jess" kata Matt "sampai jumpa lagi." Setelah mengatakan itu Matt tak kunjung pergi juga.
"Oke, sampi jumpa lagi.", kata Jessi tertawa dipaksakan.
"Ya, aku harus pergi sekarang, sampi jumpa lagi Jess" kata Matt lagi.
"Oke Matt, aku mulai bosan kau sudah mengatakan kata-kata itu lebih dari dua kali" jessi menyipitkan mata "sekarang pergi, atau kuceburkan ke danau ini"
"Ya, aku pergi sekarang. Sampai jumpa lagi Jessi, " kata Matt menggoda Jessi
"SAMPAI JUMPA LAGI MATT" kata Jessi berteriak.
"Yayaya aku pergi sekarang." kata Matt lalu berjalan pergi. Setelah kira-kira tiga meter melangkah dia kembali dan berkata, “Aku mencintaimu Jessi” kata itu diucapkan Matt berupa
bisikan tepat di telinga Jessi.
***
Jessica Huterson masih duduk di pinggir danau. Kata-kata yang dibisikkan Matt
terus berngiangan di otaknya, “Aku mencintaimu Jessi, lima tahun aku
menunggu kata-kata itu, sekarang setelah kata-kata itu terucap dan terdengar
olehku rasanya senang, tapi juga kecewa. Aku senang ketika dia mengucapkan kata itu, aku lega karena perasaanku ternyata terbalaskan, tapi aku lebih memilih untuk tidak
mendengarnya.” Jessi tersenyum miris “Matt,
kenapa kau mengatakannya baru sekarang? Disaat-saat tak Ada kepastian apakah
kita bisa bertemu lagi?” pikirnya.
Cerita selanjutnya akan dipost sesegera mungkin dengan
judul yang berbeda, latar yang berbeda, tetapi dengan tokoh yang sama.